Review Buku - Animal Farm by George Orwell

  repost from hive.blog/viviehardika

(foto: Koleksi Pribadi)

Ketika aku membuka website salah satu toko buku terbesar di Indonesia, aku melihat buku ini dengan harga yang minim. Buku ini telah menjadi salah satu buku dalam wishlist ku karena temanku telah merekomendasikannya. Dia tidak memberitahukan secara detail, hanya memberitahukan inti dari cerita buku ini yang sangat relate dengan kondisi saat itu—bahkan saat ini. Aku menemukan buku ini di perpustakaan online, namun antriannya sangat panjang. Aku tidak ingin menunggu lama untuk tahu cerita buku ini, sehingga ketika aku melihatnya di toko buku online dengan harga diskon, aku langsung melakukan pembelian.

 

Sedikit kisah konyol tentang pembelian buku ini adalah, aku memilih pick up ke toko buku offline-nya yang jauh. Maksudku, aku ingin sekalian mampir ke salah satu coffee shop viral di toko buku tersebut. Namun aku sial karena aku terlambat membaca email pengambilan buku. Aku baru membacanya satu minggu kemudian di bulan Ramadhan, sehingga mengunjungi coffee shop saat puasa bukan lah hal yang bijak. Ketika aku tiba di sana, aku terlambat 30 menit. Waktu pick up buku telah tutup sehingga aku harus kembali keesokan harinya, sehingga untuk mengambil buku ini  aku jadi menghabiskan lebih banyak ongkos—yang melebihi harga bukunya. Sungguh sial haha…

 

Baik, marilah lupakan soal kebodohan itu. Mari kita bicarakan buku ini.

 




Buku ini bercerita tentang Peternakan Manor yang dikelola oleh Tuan Jones. Di malam yang sepi, tiba-tiba Mayor (si Babi tua pemimpin di Peternakan Manor) mendapatkan sebuah mimpi yang kemudian disampaikanlah pada penghuni peternakan. Inti dari orasi Mayor adalah untuk sebuah pemberontakan kepada Tuan Jones yang telah memperbudak hewan-hewan di sana. Dipimpin gagasan Mayor yang tak disangka mati sebelum adanya aksi pemberontakan, para hewan menyerang tuan Jones dan mengambil alih Peternakan Manor.

 

Peternakan Manor akhirnya berubah nama menjadi Peternakan Hewan yang dipimpin oleh Babi bernama Napoleon dan Snowball. Babi-babi ini kemudian menciptakan 7 sila berisi tentang peraturan-peraturan hewanisme dan melarang keras kebiasaan-kebiasaan berbentuk Manusiawi.

 

Buku ini terbilang tipis dibanding buku-buku lain yang ada di rumah saya. Untuk itu saya meninggalkan buku tebal saya untuk membaca buku ini. Saya pikir akan dapat membaca buku ini lebih dari seminggu. Benar saja, dalam perjalanan menuju tempat wisata, aku membacanya dan menemukan hal yang menarik tentang gaya George Orwell bercerita. Aku menandaskan buku ini selama 3 hari dan merasa telah membuat keputusan yang tepat untuk memiliki buku ini.

 

Buku ini telah ditulis oleh George Orwell yang bernama asli Eric Arthur Blair berabad-abad silam namun masih sangat relate dengan situasi masa kini. Peternakan Hewan ini merupakan wajah dari setiap kepemimpinan yang tadinya bisa saja (bernjanji) sangat adil, namun keadaan dapat memaksanya untuk kejam dan melakukan perbudakan yang sama dengan yang dilakukan pemimpin sebelumnya. Inti dari cerita ini yang dapat saya kutip—kita mungkin tidak melakukan hal-hal keji karena kita tidak memiliki kesempatan untuk itu.

George Orwell mungkin sedang menggambarkan situasi pada masa penulisan buku ini dengan menjadikan hewan-hewan sebagai tokohnya. George adalah penulis jenius dengan memilih hewan-hewan yang sangat mewakili pola tingkah manusia.

 


Ada satu bagian yang dapat membuat saya tercengang dan merinding karena itu sama seperti apa yang saya pikirkan. Itu ketika para hewan yang diperbudak oleh Napoleon sulit membedakan mana babi mana manusia. Aku rasa ini benar-benar sangat relate—tentang mereka yang berada di atas kita dan berkata bahwa mereka bekerja keras untuk memimpin kita yang perlahan-lahan telah mengubah peraturan awal demi kepentingan mereka, bukan kepentinangan mereka sendiri. Aku jadi bertanya-tanya, apakah manusia yang bertingkah hewanisme atau hewan yang bertingkah manusiawi? Tampaknya ini adalah pernyataan bukan pertanyaan.

 

However, I rate this book for 5 from 5 star. Perfect!

 

Buku ini mengingatkanku pada buku Pangeran Cilik yang bertema sederhana namun dapat membuat siapapun yang membacanya berujung pada kontemplasi.

Komentar