Pertemuan Pertama dengan Dee Lestari

 


Buku Dee pertamaku adalah Perahu Kertas. Ketika buku itu pertama kali diterbitkan, aku mungkin belum memasuki dunia literasi dan tidak tahu apa-apa mengenai novel-novel yang viral pada waktu itu. Aku  membeli Perahu Kertas hanya karena buku itu akan diangkat ke layar lebar dan dua pemeran utamanya adalah dua aktor favoritku, yakni Adipati Dolken dan Maudy Ayunda. Pada masa itu semua orang tahu bagaimana Adipati dan Maudy membuatku head over heels.

So, yeah, karya Dee pertamaku adalah Perahu Kertas. 

Berkala aku membaca Supernova, meskipun sempat terhenti karena keterbatasan finansial untuk mengoleksi keenam bukunya, aku akhirnya dapat menamatkan seri itu di tahun ini. Sebenarnya yang membangkitkan selera bacaanku terhadap novel-novel Dee adalah novel Aroma Karsa. Aku meminjamnya dari temanku. Buku tebal itulah yang kemudian membuatku bertekad menghabiskan Supernova.

Pada novel Aroma Karsa aku kemudian jatuh cinta kembali. Kepada karakter Jati Wesi yang sangat pintar dalam mencium bau dan wewangian. Sebagai seorang Sapioseksual, sulit rasanya menolak pesona Jati Wesi dalam Aroma Karsa. Bahkan jika diurutkan, Jati Wesi bisa menjadi top 1 karakter fiksi paling kucintai di dunia literasi.

Eaa, paling dicintai nggak tuh?!

Walau tinggal di ibukota sudah cukup lama, namun aku belum pernah berkesempatan untuk bertemu dengan Dee. Entah karena aku yang tidak pernah mencari tau acara-acara yang menghadirkan beliau atau ya aku emang tidak begitu ngoyo untuk bertemu dengannya.

Minggu lalu, aku memiliki kesempatan itu. Dalam sebuah launching parfum, aku berkesempatan bertemu dengan Bu Suri Dee Lestari. Seperti lainnnya Book Talks, dalam acara ini kita membicarakan novel Aroma Karsa dan bagaimana cikal bakal pembuatannya. Meskipun buku terbarunya Rapijali, karena acara ini adalah tentang Parfum, maka yang paling cocok memanglah Aroma Karsa. Jadi meskipun ini launching sebuah parfum, kita lebih banyak mengobrol perihal Jati Wesi dan kemampuannya dalam meracik parfum.


Sebuah Perenungan

Ada salah satu topik pembicaraan di dalam acara yang membuatku dapat merenung berhari-hari. Istilahnya, belum move on gitu, hehehe...

Itu adalah tentang membangun karakter pendukung sama penting dan sama kuatnya dengan karakter-karakter utama. Seperti dalam novel Aroma Karsa, kita mengetahui bahwa banyak karakter pendukung yang memiliki peran yang sangat penting dan sama kuatnya dengan tiga karakter utama di dalam novel tersebut.

Sebagai penulis aku menebalkan tema itu di dalam kepalaku. Aku merasa bahwa memang aku terkadang sangat fokus kepada karakter utama sehingga tidak banyak karakter pendukung yang hanya lewat saja. Yang bahkan hanya diberi nama, bukan sebuah karakter.

Jelas ini sebuah pelajaran bagiku yang saat ini sedang mengerjakan tulisan lain setelah Baruna. Heum... Sepertinya akan menjadi bagian paling sulit untukku ke depannya.

Oh ya, meski tidak ada target dalam menuliskannya, saat ini aku sedang menerapkan nasihat ibu suri ke dalam novel yang sedang aku garap (meski tidak konsisten menulisnya. Aku menulisnya berdasarkan mood jadi jangan harap akan terselesaikan dengan cepat, hahaha).

Novel itu berjudul Karenina, yang bisa dibaca  di sini

Sekian.

Komentar